Selasa, 05 November 2013

MUSIK LATAR DAN KONSENTRASI BELAJAR



Dheny Kusdyantoro, S.Pd., M.Pd.

PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Secara psikologis belajar merupakan proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003). Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. 
Suryabrata (1963), menjelaskan bahwa belajar mengandung tiga persoalan pokok, yaitu: (1) persoalan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar; (2) persoalan mengenai proses, yaitu persoalan bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip- prinsip apa yang mempengaruhi proses belajar itu (Psikologi Belajar); dan (3) persoalan mengenai hasil belajar. 
Sedangkan pembelajaran adalah bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar (C. Asri Budingsih, 2004). Jadi konsep pembelajaran merupakan proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Hasil belajar tergantung pada proses belajar, belajar dalam kondisi yang nyaman dan menyenangkan menurut hasil penelitian terbukti dapat meningkatkan hasil belajar.  Menciptakan lingkungan belajar pada waktu yang tepat adalah salah satu cara menerapkan prinsip-prinsip psikologi belajar, sehingga pembelajaran diharapkan berlangsung sesuai yang diharapkan.
Dalam pengamatan penulis sebagai guru bidang studi IPA ditemukan beberapa masalah dalam proses belajar misalnya kurang bergairahnya peserta didik jika belajar pada jam terakhir, hal ini dapat dikenali dengan fenomena dan gejala-gejala yang muncul misalnya:
a.        Peserta didik sering permisi ke luar kelas;
b.        Peserta didik mengantuk;
c.        Peserta didik merasa jenuh dan kelelahan dalam belajar;
d.        Peserta didik kurang konsentrasi dalam pembelajaran;
e.        Dll

B.          Urgensi Masalah
Menurut penulis masalah diatas sangat penting untuk dibahas karena IPA sebagai salah satu mata pelajaran pokok yang masuk dalam kategori UN (Ujian Nasional) perlu mendapat perhatian khusus, selain itu IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang di anggap sulit oleh siswa, karena untuk memahaminya diperlukan keseriusan berfikir (konsentrasi) yang tinggi. Oleh karena itu, efektif tidaknya materi IPA diterima oleh siswa juga dipengaruhi waktu pembelajaran IPA di sekolah.  Pembelajaran IPA di sekolah yang dilakukan pada pagi hari tentu saja akan mudah diserap siswa, karena pikiran siswa masih fresh dan belum jenuh.  Sebaliknya jika kegiatan pembelajaran IPA dilaksanakan pada siang hari kemungkinan besar materi yang dapat diserap siswa lebih sedikit, karena jasmani maupun rohani siswa sudah lelah dan jenuh. Dalam makalah ini penulis tidak membahas waktu yang tepat dalam pembelajaran IPA, namun penulis mecoba membahas tentang bagaimana caranya pembelajaran IPA yang dilaksanakan pada jam terakhir bisa nyaman dan menyenangkan.

C.          Dampak Masalah
Dikwatirkan jika masalah ini tidak dibahas dan dicarikan solusi maka akan berdampak pada hasil belajar IPA di sekolah, dan pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kelulusan siswa dalam menghadapi ujian nasional (UN).

TINJAUAN PUSTAKA

A.         Konsep Teori
Rekayasa psikologis menata lingkungan belajar yang tepat salah satunya adalah memberikan iringan musik dalam proses pembelajaran. Dalam teori Quantum Learning sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah memasang musik latar di dalam kelas (Deporter dan Hernacki 2000: 14).
Dalam proses belajar mengajar agar proses belajar tersebut bisa berjalan dengan baik harus ada keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri, apa lagi untuk materi yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan waktu pembelajaran di jam-jam terakhir sekolah, musik dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri.
“Teori menyatakan bahwa dalam situasi otak kiri sedang bekerja, seperti memperhatikan materi baru musik akan membangkitkan reaksi otak kanan yang intuitif dan kreatif, otak kanan yang cenderung terganggu dalam proses belajar mengajar merupakan penyebab mengapa kita kadang-kadang melamun dan memperhatikan pemandangan ketika kita berniat konsentrasi. Memasang musik adalah cara efektif untuk menyibukkan otak kanan kita ketika sedang berkonsentrasi pada aktifitas otak kiri“ (Deporter dan Hernacki 2000: 74).
Jadi dapat disimpulkan bahwa mengapa musik baik digunakan dalam proses belajar mengajar alasannya adalah karena musik merupakan salah satu makanan penting dari otak kanan. Penggunaan otak yang tidak seimbang ini akan menimbulkan kelelahan, kejenuhan, kurang pede dan kurang mampu mengendalikan emosi, hal ini sangat sering terjadi pada peserta didik, apalagi di jam-jam terakhir pembelajaran sekolah.  
Dalam buku Born to be a genius (Adi W. Gunawan 2004: 178) menjelaskan proses belajar memerlukan kondisi fisik, mental dan emosional yang mendukung information-intake (memasukkan informasi ke dalam otak). Kondisi optimal untuk information-intake adalah saat seseorang berada dalam kondisi Alfa. Kondisi alfa adalah suatu kondisi di mana getaran gelombang otak manusia berada pada kisaran 8-12 Hz. Kondisi alfa optimal adalah pada frekuensi 10,5 Hz. Salah satu cara untuk bisa masuk ke dalam kondisi alfa ini adalah mendengarkan musik.
Jenis musik yang boleh digunakan dalam proses belajar mengajar menurut (Adi W. Gunawan 2004: 179) adalah: (1) musik instrumen dengan tempo 55-70 bit per-menit: (2) musik instrumennya sebaiknya murni dari lagu instrumental. Jangan menggunakan musik instrument yang berasal dari lagu; dan (3) untuk mudahnya gunakan musik klasik dari zaman Baroque. 
Hal senada dikemukakan oleh “Dr. Lozanov bahwa musik yang paling baik menurut penemuannya adalah musik barok seperti Bach, Handel, Pachelbel dan Vivaldi. Para komposer ini menggunakan ketukan yang sangat khas dan pola-pola yang secara otomatis menyingkronkan tubuh dan pikiran kita.  Misalnya, kebanyakan musik barok mempunyai tempo enam puluh ketukan per-menit, yang sama dengan detak jantung rata-rata dalam keadaan normal” (Deporter dan Hernacki, 2000: 72).
Jadi dapat di simpulkan bahwa dengan menggunakan musik dalam proses belajar mengajar dapat menyingkronkan tubuh dan pikiran sehingga akan menimbulkan perasaan nyaman dan rileks dalam proses belajar mengajar.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA  sebagai  “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Dengan belajar IPA, secara psikologis, peserta didik digiring berpikir secara luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan-hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya, peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik dan analitik. Dengan demikian, pembelajaran ini menuntun kemampuan belajar peserta didik lebih baik, baik dalam aspek intelegensi maupun kreativitas (Balitbang Depdiknas). 
Dalam belajar IPA guru perlu melakukan berbagai variasi metode belajar serta inovasi proses belajar supaya peserta didik tidak merasa bosan bahkan bisa merasa nyaman dan menyenangkan, apalagi jika waktu pembelajarannya di jam-jam terakhir pelajaran.

B.          Hasil Artikel dan Penelitian Yang Relevan
Setelah penulis membaca beberapa artikel dan karya ilmiah, penulis menemukan beberapa yang relevan dengan makalah yang sedang diamati. Pertama, artikel yang dibuat oleh Witri Yuliani dengan judul “Pemanfaatan Musik dalam Proses Belajar Mengajar”. Dari hasil pembahasan diketahui bahwa dengan pemanfaatan musik yang tepat dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi pembelajaran.
Kedua, artikel yang dibuat oleh Kurnia Sinta dengan judul “Belajar Asyik dengan Musik”. Dari hasil pembahasan diketahui bahwa proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan jika memanfaatkan musik.
Ketiga, Moh. Masnun dan Sudarman dengan judul penelitian Pengaruh Penggunaan Media Musik Terhadap Minat Belajar Siswa pada Bidang Studi Matematika”. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hasil deskripsi data menyatakan bahwa penggunaan media musik dalam pembelajaran matematika mengarahkan siswa agar termotivasi dalam belajar.

GAGASAN PENULIS

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah yang berhubungan dengan kondisi fisik peserta didik, misalnya: Keadaan jasmani, Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.  Oleh karena itu keadaan jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha/ istilah penulis adalah rekayasa psikologis untuk menjaga kesehatan tersebut.
Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah motivasi peserta didik, motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Guru IPA atau guru bidang studi lain yang mengajar pada jam-jam terakhir pembelajaran/ siang hari biasanya banyak menemukan berbagai masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor fisiologis dan psikologis yang dikemukakan diatas, tentunya hal ini akan menganggu proses pembelajaran dan bermuara pada hasil belajar yang tidak memuaskan.
Guru yang mengajar di jam-jam terakhir pembelajaran/ siang hari memang memerlukan energi lebih besar dibandingkan yang mengajar pagi. Hal ini karena secara fisiologis dan psikologis daya konsentrasi siswa di siang hari menurun, belum lagi kalau suasana kelas tidak didukung oleh pencahayaan dan ventilasi udara yang memadai. Bisa jadi kondisi fisik kelas mempengaruhi semangat belajar mereka. Kondisi fisik yang tidak kondusif ini, harus diimbangi dengan strategi mengajar dan manajemen kelas yang baik dari guru.  
Guru yang mengajar di siang hari harus mampu berinovasi dan berkreativitas agar materi pelajaran yang disajikan tidak membosankan dan siswa merasa nyaman dalam belajar, salah satunya menurut istilah penulis adalah melakukan rekayasa psikologis atau secara teori memberi sugesti positif.
Rekayasa psikologis misalnya memanfaatkan musik dalam pembelajaran, menurut beberapa literatur yang penulis baca baik penelitian maupun artikel ternyata musik dengan syarat tertentu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, tetapai penulis sedikit menemukan pemanfaatan musik dalam proses pembelajaran IPA, oleh karena itu penulis tertarik untuk memberi gagasan baru yaitu bagaimana menerapkan musik dalam pembelajaran IPA khususnya pada jam-jam terakhir pembelajaran/ siang hari. Diharapkan dengan penerapan sugesti ini, akan menjadi salah satu solusi segala permasalahan baik secara fisiologis maupun psikologis mengajar disiang hari.
Dalam teori, jenis musik yang dapat digunakan dalam membantu proses pembelajaran adalah musik klasik, oleh karena itu penulis memberikan instrumen musik klasik dalam pembelajaran IPA.  Penggunaan musik yang bisa diterapkan dalam pembelajaran IPA misalnya:
1.   Musik digunakan sebagai pembukaan sehingga pada waktu yang sesuai akan sangat membantu mempengaruhi perhatian siswa di awal proses pembelajaran.
2.   Musik digunakan sebagai pembatas waktu, contohnya jika guru memberikan tugas kepada siswa, maka guru dapat membatasi waktu untuk mengerjakan tugas sampai selesai musik tersebut.
3. Menggunakan musik disaat presentasi, musik dapat digunakan sebagai latar belakang pembacaan cerita, menampilkan bacaan dramatis, demontrasi atau presentasi dengan slide power point.
4.    Musik digunakan untuk membantu diskusi, saat melakukan diskusi mainkan musik sebagai latar belakang. Peran musik disini adalah untuk menciptakan atmosfir yang mendukung proses diskusi. serta musik digunakan untuk membangkitkan semangat dan energi, saat suasana kelas agak menurun, siswa sudah mulai mengantuk, bosan atau letih mainkan musik dengan tempo yang tinggi sambil melakukan gerak badan atau brain gym.
5.  Musik untuk penutup, jika ada musik pembukaan maka harus ada musik penutup. Musik ini dimainkan saat siswa telah selesai belajar dan bersiap untuk pulang sehingga pada saat pulang siswa dapat pulang dengan senang dan gembira.

Jadi dengan menggunakan musik, pembelajar bisa lebih membangkitkan motivasi untuk belajar IPA disiang hari. Hal ini membuat pembelajar bisa lebih bergairah mengikuti pembelajaran dan tetap dalam keadaan nyaman. Sehingga pembelajar bisa mengerahkan semua pikirannya untuk belajar. Bila dalam proses belajar mengajar, pembelajar kesulitan untuk berkonsentrasi karena aktifitas otak kiri (intelektual), maka dengan memutar musik dapat membuat otak kanan (emosional) dan kiri seimbang sehingga pembelajar bisa tetap berkonsentrasi dalam menghadapi materi pelajaran IPA tersebut.
Dengan memasukkan unsur musik dalam proses belajar mengajar IPA akan meningkatkan kemampuan belajar seseorang dalam bidang sains sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lozanov.
Selain itu musik juga sangat bermanfaat untuk menciptakan suasana rileks namun waspada dalam proses belajar mengajar. Pembelajar tidak memiliki perasaan tertekan dalam dirinya, sehingga mereka belajar dengan hati tenang dan senang. Namun, bukan berarti mereka terlena dengan iringan musik, tetapi tetap mengikuti pembelajaran dengan baik.
Musik terbukti dapat membangkitkan semangat, terkadang dalam proses belajar mengajar timbul perasaan jenuh pada diri pembelajar apalagi jika belajar di jam-jam terakhir pembelajaran/ siang hari, maka dengan mendengarkan musik yang cocok bisa membangkitkan semangat. Hal ini dapat menimbulkan kembali semangat pembelajar yang telah hilang.

KESIMPULAN

Pemanfaatan musik dalam pembelajaran IPA disiang hari menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan, tidak membosankan dan membangkitkan motivasi untuk belajar. Musik dapat menyeimbangkan kecerdasan intelektual dan emosional sehingga akan memberikan hasil yang baik bagi siswa.  Selain itu musik juga mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis. Kondisi fisiologis dan psikologis yang rileks akan membangkitkan semangat siswa dalam mengikuti proses belajar. Relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu untuk lebih berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Musik yang paling membantu dalam proses belajar adalah musik klasik. Salah satunya adalah musik barok yang  menggunakan ketukan-ketukan yang khas dan pola-pola yang secara otomatis menyinkronkan tubuh dan pikiran siswa. Selain itu musik klasik mampu menyeimbangkan antara otak kanan dengan otak kiri atau biasa disebut dengan kecerdasan intelektual dengan emosional siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum. 2012. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Depdiknas.
Deporter, Bobbi., Mike Hernacki. 2009. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Gunawan, Adi W. 2004. Born to Be a Genius. Jakarta: Gramedia.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sudarman., Masnun M. 2010. “Pengaruh Penggunaan Media Musik Terhadap Minat Belajar Siswa pada Bidang Studi Matematika”. EduMa. 2 (2), 107-113.
Witri, Y. 2011. Pemanfaatan Musik dalam Proses Belajar Mengajar. http://witriyuliyani.blogspot.com/2011/06/pemanfaatan-musik-dalam-proses-belajar.html.

Sabtu, 03 Agustus 2013

PENILAIAN HARIAN KELAS IX KTSP "SISTEM EKSKRESI MANUSIA"

Bagi siswa/ siswi kelas IX Kurikulum KTSP, berikut soal penilaian harian IPA BAB I

Prosedur/ langkah - langkah mengerjakan soal online, sebagai berikut:
1. Jangan lupa berdoa dan belajar sebelum mengerjakan,
2. Input "Password" yang telah diberikan guru,


3. Input "Full Name" dan "Class" anda (Wajib),


4. Baca "Petunjuk Soal Online", kemudian klik "Continue" untuk memulai ujian,


5. Kerjakan soal dengan sebaik - baiknya sampai mencapai batas KBM, (Perhatikan Waktu),
6. Setelah selesai, klik "Submit" untuk melihat hasilnya (Lulus atau Remedial),
7. Kemudian klik lambang "Print Out" dan serahkan hardfile kepada guru di Sekolah.


"GOOD LUCK"

Selasa, 14 Mei 2013

RAHASIA AIR

Kristal Air Sempurna
Masih ingatkah kehebohan dukun kecil Ponari yg media pengobtannya batu dan air?
Kejadian diatas praktek perdukunan kah? Atau sebuah sugesti berlebihan dalam sosial masyarakat tertentu saja? SEBUAH TANDA TANYA BESAR !!!

Pertanyaan itu akhirnya mulai terjawab setelah membaca buku karya MASARO EMOTO yang berjudul "THE TRUE POWER OF WATER"... Kemudian ayat Alquran yang artinya "Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup..." (QS Al-Anbiya: 30).
Dari pengalaman serta pengetahuan awal diatas maka akan saya coba menyingkap rahasia kenapa air putih bisa mengobati penyakit?

Agama mengajarkan kepada kita untuk senantiasa Iqra' (Bacalah) Ini lah ayat pertama yang diterima Nabi Kita,......... dalam ayat ini kita diajarkan untuk mencari, menemukan, menganalisa dan menyimpulkan tentang apa yang belum diketahui manusia (Q.S Al-Alaq : 5) agar bertambah keimanan dan keyakinan kepada Sang Pencipta.....

Berdasarkan landasan berfikir diatas marilah kita coba menyelami dan mempelajari salah satu dari ribuan, jutaan bahkan milyaran misteri penciptaan di dunia ini... Salah satu yang menarik adalah Air, Kenapa? karena kita tinggal di Planet Air dan diri kita 70% adalah Air.

Mari kembali ke hasil penelitain Masaru Emoto, menurut Marwah Daud "penelitian Masaru merupakan terobosan besar rahasia pencipta yang disingkap di abad ini" pendapat tersebut senada dengan apa yang diungkapkan Bambang Pranggono beliau berpendapat "Penelitian ini dapat mematahkan pandangan salah masyarakat yang sudah mendogmatis tentang anggapan bahwa meminum air bermuatan do'a/ mantra adalah amalan yang musrik. 

Dengan analisa penelitian ini berharap dapat terjalin interaksi atau jembatan yang menghubungkan antara ilmu sains dan spritualitas yang selama ini mungkin sering mengalami ketidakharmonisan dengan donimasi pemikiran Materialistisme Newtonian.

Menurut Masaru Air ternyata bisa merespons perlakuan yang diberikan kepadanya, baik berupa kata-kata, tulisan, gambar bahkan suara. Bentuk sempuran Air adalah Heksagonal dengan hiasan kristal yang indah, Air dengan bentuk seperti ini lah yang sangat penting bagi kesehatan manusia.  Jika Air seperti ini dikonsumsi boleh jadi akan muncul reaksi didalam tubuh misal pilek, bersin, batuk, mual, berkeringat dan sering buang air besar atau kecil. Reaksi seperti ini adalah wajar karena kemungkinan banyaknya racun didalam tubuh.

Dari hasil pernyataan diatas mungkin Air yang diminumkan mulanya bentuknya biasa saja, akan tetapi setelah diberiperlakuan dengan suara (Do'a/ Mantra) maka berubah menjadi Heksagonal, dan sesungguhnya bentuk yang seperti iniliah yang dapat memberi efek menyembuhkan... 

Air juga ternyata bisa berubah bentuknya jika sugesti masyarakat secara umum beranggapan Air yang dimaksud dapat berdampak positif bagi yang meminum atau yang memanfaatkannya, maka tidak heran kita sering dengar, melihat bahkan pernah ikut melakukan orang yang mengsakralkan air tertentu dengan kepercayaan/ sugesti ini itu.. misal air sumur peninggalan sejarah, air bekas petilasan orang yang dianggap berpengaruh, air bekas mencuci pusaka kerajaan dll... kepercayaan tersebut biasanya diikuti dengan kegiatan mencuci muka, meminum, mandi bahkan ada yang menyimpan dirumah.. dengan alasan bisa awet muda, dapat mengobati penyakit dan lain-lain...


Menurut pendapat saya jika apa yang mereka percaya itu benar dan manjur, itu bukan karena faktor sakralnya air, sejarah air atau hal-hal gaib yang melekat... tapi kemungkinan sugesti dan respons positif orang banyak terhadap air tersebut hingga mengubah bentuknya menjadi Heksagonal, lalu dapat berdampak positif bagi pemakainya.  Seperti kisah Ponari yang menggunakan Media batu yang dicelupkan ke dalam Air.

Hadist Nabi tentang air zamzam dimekah yang berbunyi:
" Air Zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya" 
Kalau diniatkan untuk obat maka akan berkhasiat menyembuhkan, dan untuk diketahui air Zamzam telah diteliti bentuk nya oleh Masaru yang ternyata bentuknya dihiasi kristal yang sangat indah....

Kualitas air akan selalu berubah-ubah menurut informasi/ respon yang dibawanya, bila air didalam gelas yang kita pegang dengan emosi meninggi akan berbeda bentuknya bila kita pegang dengan suasana syukur dan puja-puji hati kita...........

Hasil penelitan Masaru diatas sejalan dengan apa yang diajarkan agama yaitu senantiasa berakhlak kepada air, yang salah satu caranya berdo'a sebelum berwudhu, minum bahkan mandi..

Kegiatan tersebut ternyata dapat memberikan perlakuan respons positif terhadap air dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan manusia.



Oleh: Dheny Kusdyantoro, S.Pd., M.Pd.

Sumber:
1. The true power of water (Masaro Emoto)
2. Sumber bacaan lain yang relevan

Jumat, 03 Mei 2013

BERLATIH SOAL UN IPA

Bagi siswa/ siswi kelas IX, link dibawah merupakan latihan soal UN IPA, "silahkan dicoba".

Prosedur/ langkah - langkah mengerjakan soal latihan UN online, sebagai berikut:
1. Input "Password" yang telah diberikan guru,


2. Input "Full Name" dan "Class" (Wajib),


3. Baca "Petunjuk latihan soal UN online", kemudian klik "Continue" untuk memulai uji coba,


4. Setelah selesai, klik "Submit" untuk melihat hasilnya (LULUS atau TIDAK LULUS).


"GOOD LUCK"

Klik link berikut untuk memulai!

UN IPA PAKET A59 TAHUN 2012.swf

Senin, 22 April 2013

GURU JUGA BISA STRES


Guru merupakan bagian penting di dalam dunia Pendidikan, sehingga keadaan yang dialami oleh guru dapat berdampak didalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah.  Sehingga dampak yang ditimbulkan dapat berpengaruh pada perilaku di dalam mengajar. Guru sebagai sebuah profesi harus mampu memenuhi tuntutan hidup yang demikian besar, di sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul sebagai seorang pengajar dan pendidik sangat besar sering mengakibatkan stres/ tekanan mental pada guru. Belum lagi jika ia menjadi sasaran kritik atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya. Tak jarang guru akhirnya mengambil sikap apatis di tengah dilema tanggung jawab serta tuntutan sosial ekonomi. 

Stres merupakan suatu gejala yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, baik dalam hal bekerja atau hal yang dilakukannya. Stres merupakan gejala normal yang dialami oleh setiap orang, sehingga setiap orang pastilah pernah mengalami stres. Stres timbul akibat dari kegagalan yang dialami oleh seseorang, tuntutan dari lingkungan sekitar, kewajiban besar yang ditanggung oleh seseorang dan sebagainya. Stres dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap individu. Pengaruh positif yaitu mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru.  Sedangkan pengaruh negatif yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah atau depresi; dan memicu berjangkitnya penyakit sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi atau stroke.
Sementara A. Baum (Shelley E. Taylor, 2003) mengartikan stres sebagai “Pengalaman emosional yang negatif yang disertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknya”.  
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan atau kesejahteraan hidupnya.

Sumber Stres Guru (Berasal dari Faktor Guru)
Sumber stres guru yang berasal dari faktor guru sebagai individu, dapat digolongkan atas dua faktor yaitu faktor demografik dan faktor kepribadian (Caputo, 1991; Maslach, 1982; Farber, 1991).

Faktor Demografik:  
Farber (1991) dalam penelitiannya tentang kondisi stres di kalangan guru-guru di Amerika menemukan bahwa pria lebih rentan terhadap stres jika dibandingkan dengan wanita. Pria tumbuh dan dibesarkan dengan nilai kemandirian khas pria, dan mereka diharapkan dapat bersikap tegas, lugas, tegar dan tidak emosional. Sebaliknya, wanita diharapkan untuk mempunyai sikap membimbing, empati, kasih sayang, membantu dan lembut hati. Perbedaan cara dalam membesarkan pria dan wanita memberi dampak berbeda pula pada pria dan wanita dalam menghadapi dan mengatasi stres.  Seorang pria yang tidak dibiasakan untuk terlibat mendalam secara emosional dengan orang lain akan rentan terhadap berkembangnya depersonalisasi. Wanita yang lebih banyak terlibat secara emosional dengan orang lain akan cenderung rentan terhadap kelelahan emosional. Status perkawinan juga berpengaruh terhadap timbulnya stres, profesional yang berstatus lajang lebih banyak mengalami stres dari pada yang telah menikah (Farber, 1991; Maslach, 1982). Jika dibandingkan antara seseorang yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak, maka seseorang yang memiliki anak cenderung mengalami tingkat stres yang lebih rendah. Alasannya adalah: seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya cenderung berusia lebih tua, stabil, dan matang secara psikologis; keterlibatan dengan keluarga dan anak dapat mempersiapkan mental seseorang dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional, kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantu seseorang dalam mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih realistis (Maslach, 1982). 

Temuan lain adalah bahwa profesional yang berlatar belakang pendidikan tinggi cenderung rentan terhadap stres jika dibandingkan dengan mereka yang tidak berpendidikan tinggi (Maslach, 1982). Profesional yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis sehingga ketika dihadapkan pada realitas bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan, maka munculah kegelisahan dan kekecewaan yang dapat menimbulkan stres. Sebaliknya, bagi profesional yang berpendidikan sedang saja, cenderung kurang memiliki harapan yang tinggi sehingga tidak menjumpai banyak kesenjangan antara harapan dan kenyataan. 
Caputo (1991) mengemukakan terdapat hubungan antara status profesional dengan stres. Profesional yang bekerja secara penuh waktu lebih berisiko terhadap stres jika dibandingkan dengan profesional yang bekerja paruh waktu.  

Faktor Kepribadian: 
Salah satu karakteristik kepribadian yang rentan terhadap stres adalah individu yang idealis dan antusias. Individu-individu ini, karena memiliki komitmen yang berlebihan dan melibatkan diri secara mendalam di pekerjaan akan merasa sangat kecewa ketika imbalan dari usahanya tidaklah seimbang. Mereka akan merasa gagal dan berdampak pada menurunnya penilaian terhadap kompetensi diri. Maslach (1982) mengatakan bahwa individu yang memiliki konsep rendah diri rentan terhadap stres. Mereka pada umumnya dilingkupi oleh rasa takut sehingga menimbulkan sikap pasrah. 
Karakteristik kepribadian berikutnya adalah perfeksionis yaitu individu yang selalu berusaha melakukan pekerjaan sesempurna mungkin sehingga akan sangat mudah merasa frustrasi bila kebutuhan untuk tampil sempurna tidak tercapai. Karenanya, menurut Caputo (1991) individu yang perfeksionis rentan terhadap stres. 
Kemampuan yang rendah dalam mengendalikan emosi juga merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang dapat menimbulkan stres. Maslach (1982) menyatakan bahwa seseorang ketika melayani klien pada umumnya mengalami emosi negatif, misalnya marah, jengkel, takut, cemas, khawatir dan sebagainya. Bila emosi-emosi tersebut tidak dapat dikuasai, mereka akan bersikap impulsif, menggunakan mekanisme pertahanan diri (self-defence mechanism) secara berlebihan atau menjadi terlarut dalam permasalahan klien. Kondisi tersebut akan menimbulkan kelelahan emosional yang memicu stres.
Contoh faktor penyebab stres guru dilapangan misalnya: iklim atau suasana kerja yang kurang nyaman atau kurang harmonis, mempunyai masalah di lingkungan keluarga sendiri yang sulit untuk dipecahkan (istri/ suami banyak menuntut, biaya pendidikan dan kesehatan anak yang melampaui kemampuannya), kurang lancarnya atau sering terhambatnya jenjang karier (kenaikan pangkat atau golongan).

Sumber Stres Guru (Berasal dari Faktor Peserta Didik)
Selain stres yang berasal dari diri guru sebagai individu, guru juga mengalami stres yang di akibatkan oleh faktor peserta didik. Sumber stres guru yang berasal dari peserta didik misalnya:   

Aspek Kognitif Peserta Didik
Perkembangan kognitif remaja menurut Jean Piaget, merupakan  periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasional formal. Pada periode ini idealnya remaja sudah mampu mencapai tahap pemikiran abstrak dan sudah mampu terbiasa berpikir kritis dan mampu menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. Budiutomo dan Bracht menyatakan bahwa belum tercapainya perkembangan kognitif tersebut dapat memunculkan pemikiran-pemikiran yang negatif seperti: kebiasaan menunda, kelemahan dalam pengambilan keputusan, kecenderungan lupa atau lemahnya daya  ingat, kesulitan untuk berkonsentrasi, kehilangan harapan, berfikir negatif, berputus asa, menyalahkan diri sendiri dan kebingungan. Akibatnya guru mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran yang bisa berakibat stres.

Perkembangan Emosi Peserta Didik Remaja
Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anak ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya. Perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973:17) disebut sebagai periode heightened emotionality yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama masa remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi yang stabil. Guru sebagai pendidik yang tidak mampu memahami dan mengelola perkembangan emosi peserta didik akan menimbulkan stres dalam mengatasinya.

Perbedaan Peserta Didik Dalam Perkembangan/ Kemampuan Intelektual
Individu membawa gen-gen yang diwarisi dari ayah ibunya. Dengan demikian mereka telah membawa kemungkinan-kemungkinan tertentu dalam perkembangan intelektual mereka.  hal ini berarti bahwa individu telah memiliki potensial untuk memiliki kemampuan pada tingkat normal, di atas normal atau di bawah normal. Namun sejauh mana potensial tersebut berkembang akan bergantung juga pada lingkungan.  hereditas dan lingkungan saling berinteraksi dalam mempengaruhi performansi. dengan demikian perbedaan individu akan terjadi karena adanya variasi dari faktor hereditas dan variasi dari lingkungan.  Adanya perbedaan individu tersebut juga dapat dilihat dalam kemampuan menyerap pelajaran dan kecepatan belajar.  ada siswa yang mudah menyerap pelajaran, ada yang sulit, ada yang cepat dalam memnyerap pelajaran ada yang membutuhkan waktu yang lama. perbedaan individual ini mungkin juga akan nampak dalam sikap dalam belajar, keterampilan belajar, proses belajar, dan dalam hasil belajar yang di capai.  

Kesimpulan
Guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, oleh karena itu di harapkan gurup dapat bertanggung jawab dalam rangka peningkatan mengajar guru untuk mencapai daya serap yang tinggi atau meningkatkan hasil belajar siswa. Guru pada guru adalah berdasarkan pengalaman, stres pada guru dapat mempunyai efek yang merugikan pada diri guru, siswa dan lingkungan kerjanya. Stres tersebut dapat berbentuk kelelahan fisik, emosi, sikap yang negatif terhadap siswa dan keinginan untuk mengurangi tugas-tugas personal. Stress kerja adalah sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh mebangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.